Sekumpulan bahasa pribadi.

Lalu bahasa hanyalah sekedar perantara.
Hati adalah sumber dari segalanya.
Tidak perlu dipahami, tapi butuh dirasakan.

Friday 24 December 2010

Unsent Letter


Again, I am sitting in front of the same picture which stands nicely on my desk. 
His smile was incredible and I was the happiest woman, at that time.
It had been a while. Well.. Were a few years considered as a while? Or maybe more than a while?
I do not know what keeps me looking at the picture. It is just the same after all. 
Probably because it never changes, I will always find my home on his eyes.
Home, I never really had a home ever since. 
Yes, I was close to some fuzzy guys but they were nothing but loneliness friends. I knew it was wrong, but I just wished I could find a new home on their eyes, but none of it seemed like a home to me.

I wonder how is he doing? The last time we talked, we said we were happier this way.
God, I was lying. Did his stupidity outgrow? 
How would someone be fine when everything she needed was taken away?

I am looking at my laptop and searching for his name on Facebook.
It is what I have been doing in the last few years.
I check on his Facebook, I check on his photos, and I already get used to the relationship status he has. That girl's name: Clara Jessica.
I curse that name and no matter how many times I pray for her to be uglier each day, in the end I always pray that he can be happy with her.
I always pray she can make him the happiest man in the world like he used to make me feel.

Trust me, it is just a story about a brokenhearted woman. And it is me.

*

I never took out this photo even though my girlfriend had been asking me for hundred times.
I just feel that this wallet is the place where this photo belongs to be.
Every time I miss those eyes, I don't need to try hard imagining it. It is safe there.
It has been years but I am just not over her.

My girlfriend, Clara Jessica, she is beautiful, but she is not my home. We decided to have this relationship a year ago, based on my mother.
I knew she just did not want to see me broken, she introduced me to Clara. I have this relationship, but I think my heart does not.
I am not even sure why I keep having this fake relationship, probably I have turned into a robot, a mankind without a heart.

Absolutely, my heart was left with her.

I even remember the last talk we had. 
She said she was really happy with her life, how I wished I could be as happy as she was.
I did not want to disturb her perfect life, so when she asked me the same thing, I answered the same way, but I lied.
Just if she looked closer into my eyes.
I would never be happier when she ever made me the happiest man in this entire world.

Why cannot she teach me how to be totally fine?

I check on her Facebook almost everyday. I always have this fear that I will find something I do not want to know. What if she finally finds the one? But then, I just cannot keep my self away from the needs to know every single thing of her.
I wonder if she ever opens my Facebook just to check on my life? I wonder if I still cross her mind once in a while.

How is she doing?

I used to never believe there is no pain that cannot be cured. Not anymore. In fact, my pain is one of it.

*

I feel extremely tired of missing him. I should have done something but I end up crying.

*

I do not know that missing someone can so much kill like this, I suffer.


*

Dear James,
No song is able to describe what I'm feeling right now
I tried to tell you I wasn't okay
It's just.... you didn't realise.
You never do.

For you, who will never read this,
I declare that I'm still stuck in the same memories.
It has become a permanent part and how I wish it could be erased. But, no matter how hard I tried to heal my self,
The furthest that I could go was just at least to pretend.
What I gather is my new ability to be a great pretender,
And yes, I'm proud that I have something that I'm great at.

You, wherever you are,
You are still part of me, and without you I feel incomplete.
You are still the hero of my story, but where have you gone?

You. Whatever you do.
Do you stalk me like I do?
Do you wait for my call and will smile when you find my name on the phone?

You.. Yes, you.
The goodbyes seem invalid, I can't even move on.
But I promised my self, I will not ruin your life.
I can't reach you anymore.

So, just once, I perhaps need a hand here.
I just want to take off my mask and lay down for a second.
Dealing with the truth and taking a break from pretending.

The moment these words are empty, that's the moment the goodbye exists.
Will it be really expired? Our love?


*

Dear Gracia,
It feels so lame but I'm sick to death.
I lost my strength when I've been wasting my time without you.
I didn't know what spell you gave me, but it works indeed.
No word I can use exactly.
The closest meaning has been spoken out.

Why didn't you understand?
Were you the only one who understood me more than anyone ever did?
I'm no longer me, I'm no longer familiar with my life.
Right, I no longer know what's the best word to describe what I am now.
And it's so pathetic I'm facing the extinction of my self.

You. Wherever you are.
You still own the dreams of mine.
You are still the biggest vital part in my brain.
You are the only someone I want to spend my time with.

You, whoever you are right now.
You are still the one that I crave the most.

Do you still care about my eternity thirst?
It's funny how I don't want to stop writing,
It's the only way I can tell you what I can’t seem to tell you.
I want you to read my mind.

It's so exhausting that I have to compete with my self.
Look at me, find me,
You are the only person who will recognise me completely.
Is it really over? Us?


*

We have lost our powers, and it remains invisible.

I clicked ‘save to draft’, It is better if I keep it hidden.

If we were destined to find each other, it will bring us together again.

Wednesday 1 December 2010

Kado Natal


Sudah tiga jam dia menunggu laki-lakinya di tempat biasa mereka.
Pohon yang biasa dijadikan tempat berteduh mereka, sekarang sudah dihiasi lampu warna-warni.
Alunan pelan lagu natal terdengar di mana-mana dan udara yang berhembus membuatnya menggigil malam ini.

Malam natal ini, dia genggam sekotak kado yang terbungkus manis.
Jam terus berjalan, dia masih tidak menemukan tanda-tanda kehadiran yang ditunggunya, ketika tiba-tiba seseorang memanggil namanya dari kejauhan.
"Bintang!"
Wanita itu langsung menoleh ke arah suara tersebut dan tersenyum lega.
Laki-lakinya separuh berlari mendekati Bintang.
"Kamu sudah menunggu lama?" Pertanyaan pertamanya.
"Lumayan, kamu pasti sibuk kerja lagi? Ini malam natal loh."
"Bintang, saya musti bicara sama kamu" Mimik laki-laki itu terlihat serius, namun Bintang sibuk memperhatikan tangan kiri lelakinya.
"Loh? Jam tangan kamu baru ya? Masa masih ada plastiknya begini? Sini biar saya bantu melepaskan."
"Ini?" Lelaki itu menaikkan tangannya dan menatap jam tangan barunya. 
Bintang mengangguk.
"Iya, hadiah natal dari seseorang." Jawabnya.
"Seseorang?" Bintang mengerutkan keningnya.
"Bintang, saya musti bicara sama kamu. Saya ingin meminta kamu untuk mengembalikan cincin yang saya pernah berikan ke kamu." Ucap laki-laki itu tanpa berbasa-basi.
Bintang tidak menjawab, matanya terbelalak kaget. Jantungnya sibuk berdetak sekencang mungkin, dan tampaknya hatinya sibuk berantakan tiba-tiba.
"Saya batal menikahi kamu." Ucap laki-laki itu lagi.
Bintang menghela nafasnya dan mengumpulkan sisa kewarasannya untuk bicara. Banyak yang ingin dia katakan, tapi yang keluar hanya,
"Kenapa?"
"Karna saya menemukan yang lebih baik dari kamu."
"Sejak kapan kamu menemukannya?"
"Sudah lama, kamu saja tidak peka. Kamu pikir saya benar-benar sibuk kerja selama ini?"
"Lalu kenapa baru sekarang?"
"Karna nanti malam saya berencana melamarnya. Tidak mungkin saya melamar wanita lain sementara saya masih bertunangan dengan kamu"

Bintang terdiam sesaat. 
Membiarkan kata-kata beristirahat sebentar di antara dia dan laki-lakinya.

"Jam tangan itu darinya?" Tanya Bintang akhirnya membuka mulut.
"Ya, Ini kado natal paling indah yang pernah saya dapat. Walaupun saya tau dia baru beli jam tangan ini tadi siang hahaha" Laki-laki itu masih bisa tertawa. Dia tau Bintang tidak akan marah padanya, Bintang tidak bisa marah padanya.
"Kamu.. bahagia bersama dia?"
"Tentu. Ya, dia memang tidak begitu sering memperhatikan saya atau menghabiskan waktu bersama saya. Kami berdua sama-sama sibuk. Tapi hebatnya dia selalu tau apapun yang saya sukai, bahkan tanpa saya bilang padanya. Dia begitu mengenal saya."
"Saya juga tau.." Bisik Bintang pelan. Laki-laki itu tampak tidak dengar.
"Lalu kamu akan menikahinya?" Bintang bicara lagi kali ini lebih keras.
"Iya, makanya saya minta cincin yang saya berikan supaya kita resmi putus. Saya sudah membelikannya cincin baru, tenang saja, dia tidak akan memakai cincin bekas kamu ini."

Bintang tidak percaya apa yang baru saja dia dengar. Perlahan Bintang melepaskan cincin yang dia pakai. Tangannya terasa berat sekali, mungkin tenaganya habis untuk menahan air mata.

"Perlu saya yang melepaskan? Sini saya saja yang melepaskan, kan saya yang memakaikan."
Bintang mengangguk pelan. Laki-laki itu melepaskan cincin di jari manis Bintang kemudian mengantonginya.
"Baiklah, sudah. Kamu pulang ya, di sini dingin sekali. Terima kasih, Bintang."
"Tu.. Tunggu." Tahan Bintang.
"Ada apa?"
"Ini kado natal buat kamu."
Laki-laki itu menatap bungkusan manis yang diberikan Bintang. 
Pelan-pelan dia mengambilnya.
"Oh, terima kasih lagi ya. Maaf saya tidak memberikan kado balasan."

Bintang mengangguk kemudian membalikan badannya untuk pulang. Dadanya sesak. Dia bahkan seperti lupa caranya bernafas. Dia bukan malaikat. Dia bukan pekerja sosial yang memberikan cintanya cuma-cuma untuk disakiti. Bintang sungguh ingin berteriak. Tapi, pita suaranya seolah berhenti bergetar.

Laki-laki itu berjalan ke mobilnya sambil membawa kado natal dari mantan tunangannya. Dia tidak menyangka akan semudah itu memutuskan hubungan dengan Bintang. Ternyata Bintang benar-benar tidak bisa marah padanya. Apakah dia keterlaluan? Tapi affair yang dia jalani akan lebih menyiksa Bintang. Dia harus mengakhirinya.

Sepanjang perjalanan pulang, laki-laki itu tidak bisa berhenti memikirkan Bintang. Dia masih tidak percaya sudah melakukan hal yang terus-terusan disuruh Nadia, affairnya. Memutuskan Bintang. Sejenak kekhawatiran mengisi rongga otaknya. Apakah Bintang baik-baik saja sekarang? Harusnya tidak semudah itu memutuskan hubungan yang sudah berjalan lebih dari setengah dasawarsa. 

Entah kenapa, rasanya Nadia salah. Hatinya tidak lega begitu dia memutuskan hubungan itu dengan Bintang. Sekarang mungkin dia sama sesaknya. Mungkin Nadia salah, mungkin hubungan mereka tidak seharusnya serapuh itu.
Laki-laki itu memberhentikkan mobilnya di pinggir jalan. Dia tidak bisa menyetir dengan sesak yang seperti ini. Seperti kesedihan luar biasa yang dia tidak tau bisa terjadi. Ini ternyata lebih sulit untuknya daripada yang dia kira. Dia berusaha bersikap sangat normal di hadapan Bintang tadi, tapi sekarang seluruh memori Bintang seperti berputar di kepalanya dan harusnya dia sadar betapa membahagiakan saat-saat itu.

Perlahan, laki-laki itu mengambil kotak yang diberikan Bintang. Kotak itu terasa begitu enteng, dia kemudian membuka kertas yang membungkus kotaknya.
Kotak yang benar-benar indah dan unik. Ada foto dirinya dan Bintang di situ. Ada juga bentuk tulisan-tulisan lucu yang dia hafal, tulisan Bintang. Tulisan kata-kata manis. Dia selalu suka tulisan Bintang. Lelaki itu tersenyum. Kotak ini benar-benar kotak kado paling bagus yang pernah dilihatnya. Bintang pasti menghabiskan banyak waktu untuk membuat kotak ini. Kotaknya saja kreatif, seperti apa isinya? Buru-buru laki-laki itu membuka isinya.

Kosong.

Ya, kosong. Tidak ada jam tangan atau dompet atau ban pinggang. Hanya selembar surat. Tulisan Bintang lagi. Surat itu digulung dan dipitakan hijau merah. Hmm, nuansa natal.
Dengan bingung, laki-laki itu membaca surat tersebut.

Dear Ksatria,
Saya memikirkan berbagai macam hadiah yang paling istimewa untuk kamu.
Saya memikirkan kado natal yang tidak terlupakan.
Tapi, nihil.
Saya tidak tau kado natal apa yang paling berguna dan istimewa.
Kamu sudah memiliki semuanya. Jadi, saya putuskan untuk membuat kotak ini.
Setiap sentinya saya potong dengan perasaan saya untuk kamu yang hampir tumpah.
Setelah itu, saya akhirnya menemukan hadiah yang paling berguna dan istimewa untuk kamu.
Saya meletakannya di dalam kotak ini.

Saya meletakan RINDU yang tidak terhitung banyaknya.
Saya meletakan SEMANGAT yang tidak akan pernah habis.
Saya meletakan HARAPAN yang luas, yang tidak berbatas.
Saya meletakan PERCAYA yang tidak kabur jauh-jauh.
Saya meletakan CINTA yang tidak beralasan...........
Dan setiap kamu buka kotak ini, ada KEBAHAGIAAN yang terselip di antara celah keajaiban tersebut.

Saya nyata untuk kamu.
Saya adalah siapapun yang bisa kamu ajak menari di bawah hujan.
Saya akan jadi siapapun yang mau berjalan bolak-balik bersama kamu sampai menemukan pintu keberhasilan yang tepat.
Saya adalah siapapun yang bisa kamu telepon tengah malam dan menemani kamu sampai tertidur.
Saya adalah siapapun yang mau bersama kamu dan memberikan segala ketulusan di luar batas biasa.

Selamat natal, Ksatria.
Semoga kado natal ini menjadi kado natal yang paling berguna.
Yang tidak akan pernah rusak atau kadaluarsa.
Yang tidak akan pernah habis atau hilang.
Saya selalu cinta kamu.

With Love,
Bintang

Laki-laki itu masih tetap menatap surat yang dipegangnya. Hatinya langsung lemas seketika. 

Apa yang baru saja dia lakukan? 

Melepaskan seseorang yang begitu berharga?

Harusnya bukan jam tangan ini yang diharapkannya. 

Bintang yang selalu ada untuknya. Bintang yang nyata untuknya.

Dimana otaknya? 

Bukan. 

Dimana hatinya?

Ksatria merasakan dadanya terbakar. Heartache is literally a pain in the heart. Dia habis-habisan menyesal. Nadia salah, wanita itu sungguh salah. Dan Ksatria terlampau bodoh. Ksatria terlampau salah. Laki-laki itu menggeleng pelan.
Dia baru saja melepaskan wanita terbaiknya. Wanita yang bersedia memberikan kado natal yang tidak terhingga nilainya. Dan Nadia tidak bisa memberikan itu. Harusnya dia sadar. Harusnya.

Ksatria langsung kembali ke setir mobilnya dan berjalan cepat menuju rumah Bintang. Di perjalanan, lelaki itu tidak berhenti mengucapkan kata maaf.
Bintang harus dengar sebelum jam berdentang tengah malam. Begitu banyaknya Natal yang mereka lewatkan bersama. Natal kali ini, Ksatria akan tetap memeluk Bintang seperti tahun-tahun sebelumnya.
Rumah Bintang sudah terlihat. Ksatria langsung memberhentikan mobilnya dan mengetuk pintu rumah kecil itu.
Tidak ada jawaban.
Mungkin Bintang belum pulang.
Ya, dia akan menunggu.

Jam tangannya menunjukkan pukul 12.01. Bintang belum sampai di rumah itu. Ksatria menghela nafasnya. Dia melewatkan satu pelukan Natal dari Bintang. Perlahan sebuah langkah kecil membuat Ksatria kembali mengangkat kepalanya.
“Bintang”
“Ksatria?”
“Saya…” Ksatria tidak dapat melanjutkan kata-katanya. Mendadak dia kesulitan untuk bicara. Dia tidak mungkin meminta Bintang untuk kembali padanya, dia tidak pantas untuk itu.
“… Selamat Natal.” Lanjut Ksatria sambil mengeluarkan cincin Bintang yang tadi dikantonginya.
“Kamu yang terbaik.” Lelaki itu meletakkan cincin itu di depan pintu rumah Bintang lalu berjalan mendekati Bintang dan tersenyum.
“Dan… Maaf.” Ksatria melewati Bintang kemudian berjalan ke mobilnya.

Dia akan hidup dengan perasaan yang begitu menyakitkan ini. Perasaan yang dia sadar bahwa… Kado terindah itu justru.., yang tidak pernah rusak, kadaluarsa, habis, atau hilang. Mungkin itu cukup menyiksa untuknya.

Dalam hati Bintang sendiri, cinta itu begitu tulusnya sampai emosi pun tidak setara.

Permintaan maaf.

Itu saja cukup untuk Bintang.