Sekumpulan bahasa pribadi.

Lalu bahasa hanyalah sekedar perantara.
Hati adalah sumber dari segalanya.
Tidak perlu dipahami, tapi butuh dirasakan.

Monday 14 March 2011

Senyum Favorit


Banyak yang suka bilang kalau cinta itu tidak harus memiliki.
Dan entah kenapa, dulu saya tidak pernah percaya pada kata-kata itu.
Cinta itu egois, dia harus memiliki atau dia bisa menyakiti, membunuh.

Banyak juga yang sering bilang bahwa kebahagiaan seseorang adalah saat melihat orang yang dicintainya bahagia.
Itu adalah ungkapan paling munafik yang pernah saya dengar.
Kebahagiaan macam apa yang menyiksa diri sendiri?
Kebahagiaan dengan bagaimana bentuknya saat kamu melihat orang yang paling kamu cintai dimiliki orang lain?
Masokis yang macam apa?

Kalau kamu mau adu mulut tentang hal-hal itu, saya jagoannya. DULU

Mengenal laki-laki yang selalu saya perhatikkan dari sudut mata ini, sudah cukup membawa diri saya larut dalam perasaan yang selama ini tidak pernah ingin saya rasakan. Perasaan yang menurut saya tidak nyata.
Dia memang berada di depan saya. Tersenyum, berbinar, tapi ironisnya bukan saya alasan dari senyumannya.


"Saya akan melamarnya." Ucap laki-laki itu tegas. Ucapan itu meluncur begitu saja di tengah jam makan siang kami.

Saya ingin menangis sekaligus tertawa.
"Kapan?" Saya mencoba bersuara senormal mungkin. Sahabat saya itu kadang terlalu tidak peka pada wanita yang duduk di depannya sekarang, ya, pikirannya sudah terlanjur penuh diisi wanita lain.
"Besok." Jawabnya lagi sambil menaruh menu makanan yang dipegangnya.
Saya tersenyum, tidak menangis, sungguh, sebuah senyuman yang tulus.
"Kamu mau pesan makanan sekarang? Saya yang traktir!" Katanya lagi, saya hanya mengangguk

Tidak lama datang seorang pelayan menanyakan pesanan.
Laki-laki itu memesan makanan banyak sekali dan semuanya adalah makanan kesukaan saya. Tapi rasanya saya sedang tidak ingin makan apa-apa.
Tidak ada yang sanggup masuk lagi, berita ini sudah sangat berat untuk dipercaya.


"Sya?" Panggilnya pelan.
"Ya?"
"Saya tidak pernah tau, apa kamu pernah jatuh cinta?"
Saya terdiam sesaat, bingung mau membalas apa.
"Kamu pernah tau cerita tentang seekor kupu-kupu yang jatuh cinta pada manusia?"
"Tidak, kalau putri duyung saya tau."

Saya tertawa kecil, lalu melanjutkan bicara.
"Katanya ada seekor kupu-kupu biasa dengan warna putih polos."
"Bagaimana kalau warnanya ungu saja? Warna kesukaan Angela."

'Warna kesukaan saya putih, Dit.' Saya bicara dalam hati, tapi yang keluar bukan itu.
"Ya sudah, iya, iya, warnanya ungu." Saya tersenyum, dia kemudian tertawa.
"Lanjutkan."
"Kupu-kupu ungu ini jatuh cinta pada seorang peneliti serangga di sebuah kota. Setiap hari kupu-kupu ini pergi ke sana dan berharap dirinya ditangkap oleh peneliti itu."
"Tapi dia tidak pernah ditangkap?"
"Sayangnya peneliti itu menganggap kupu-kupu itu kupu-kupu yang cantik sehingga dia tidak mau menangkapnya, membiarkan kupu-kupu itu bebas."
"Mereka salah di komunikasi."

Laki-laki itu tersenyum, saya tersenyum lebih lebar.
"Tapi kemudian suatu saat, kupu-kupu itu nekat terbang ke dalam rumah si peneliti dan sengaja masuk di dalam tempat serangga. Dia rela berada di situ, walaupun tidak lagi bebas selama dia bisa bersama dengan peneliti itu setiap hari."
Aditya mulai terdiam, serius menanggapi cerita saya.
"Tapi bodohnya, dia tidak tau kalau di tempat serangga itu terdapat berbagai serangga jahat yang malah menyakitinya."
"Dia harus menyakiti dirinya hanya untuk dapat bersama si peneliti?"
"Ya, dan sedihnya, peneliti itu bahkan tidak sadar kalau dia ada. Dia sibuk memperluas studinya sampai ke luar negri, dan dengan terpaksa harus meninggalkan kota itu."
"Dan meninggalkan kupu-kupunya?"
"Iya."
"Kenapa kamu menceritakan cerita sedih ini?"
"Unrequited love. Itu adalah hal paling menyedihkan yang pernah saya dengar."
"Memangnya ada apa dengan cinta satu tepukkan itu?"

"Saat manusia jatuh cinta untuk seseorang, mereka membutuhkan orang itu untuk menangkapnya. Tapi, saat cinta itu unrequited, they need to save themselves because they fall alone. No one will catch them"
"Lalu mereka tidak seharusnya jatuh cinta pada orang yang tidak mencintainya balik, simpel kan?"
"Tapi kadang perasaan melanggar aturan hati. Kadang dengan bodohnya, mereka tidak peduli dan akhirnya kalah. Apa kamu tau? Ada dua macam bentuk unrequited love untuk wanita jatuh cinta di dunia ini. Satu yang buta, satu yang tidak buta."
"Coba jelaskan."
"Wanita jatuh cinta yang buta tidak tau apa yang ada di depannya, tidak tau apa akan ada lubang atau jalan bagus, tapi mereka mengambil resiko itu untuk tetap maju dan terus jatuh cinta. Wanita yang tidak buta, sudah tau jalan apa yang ada di depannya, bahkan kadang sudah tau tidak ada jalan lagi di sana, sudah tau akan sakit, tapi dia juga terus jatuh cinta."
"Lalu? Sama saja bukan? Mereka sama-sama terus jatuh cinta?"
'Dan saya adalah wanita jatuh cinta yang kedua' Teriak saya dalam hati, tapi dengan bangganya saya memperlihatkan senyum saya dan berkata,
"Maka itu saya takut jatuh cinta"
"Kamu takut jatuh cinta?" Dia pun tertawa lepas.
"Ya, lebih baik seperti ini. Saya takut mengambil resiko untuk terus jatuh cinta. Seperti kedua jenis wanita itu, dua-duanya tidak ada yang baik. Sedangkan saya bisa selalu baik-baik saja tanpa harus menjadi salah satu dari dua macam wanita tersebut. Saat tidak memiliki apapun, saya tidak akan kehilangan apapun, bukan?"
Salah. Ya, saya tau ucapan itu salah. 
Betapa besarnya keinginan saya untuk memiliki laki-laki ini.


"Kamu harus mencoba membuka diri, Sya. Kamu tidak akan selamanya bisa hidup sendirian. Jatuh cinta bukan sebuah perasaan yang harus ditakuti, jatuh cinta itu memberikan alasan untuk bangun dari tidur setiap harinya." Aditya berbicara dengan lembut. Bagaimana saya bisa menahan perasaan ini?
Saya memalingkan tatapan mata saya dari matanya. Takut dia bisa menemukan perasaan yang saya sembunyikan setengah mati hanya dengan melihat mata ini.
"Nanti, suatu saat saya pasti jatuh cinta."


Laki-laki itu tersenyum manis kemudian mengambil handphonenya. Lalu saya dapat melihat sebuah senyuman yang lebih manis lagi. Matanya tertuju pada benda elektronik itu dan wajahnya terlihat berbinar. Tanpa mengintip pun saya sudah tau siapa yang sedang diajaknya bicara lewat handphone.

Ya, mungkin begini rasanya mencintai seseorang tanpa memilikinya. Mungkin kata-kata itu memang tidak terlalu munafik, dan saya hanya menemukan macam kebahagiaan yang lain. Sama saja seperti kupu-kupu menyedihkan itu. Untuk merasakan kenyamanan yang luar biasa tepat pada senyuman bahagianya, tapi juga ada selipan rasa masokis dan berantakkan karna harus merelakan dia.
Dan ini bukan lagi sekedar kata-kata.
Menjadi sahabatnya, menjadi pendengar, maupun membantunya, malah memberikan saya kepuasan sendiri karna menjadi berguna untuk dia.

Saya mengaku kalah kali ini, kalah berdebat.
Mungkin ungkapan cinta tidak harus memiliki itu nyata.
I know there's no way for me and him to be together
But I keep falling for him. 
And I don't mind...............


"Chrisya, laki-laki yang bisa membuat kamu jatuh cinta nanti pasti sangat sempurna."
Saya tersenyum
"Belum tentu. Laki-laki sempurna itu sayangnya mungkin menjadi tidak sempurna ketika dia tidak jatuh cinta kembali kepada saya."

Saya menaikkan gelas air putih saya di hadapannya.
"Untuk kamu dan Angela, semoga kalian berdua bahagia."
Senyuman tulus sekali lagi terkembang dari wajah saya.


'Aditya, Terima kasih karna membuat saya merasakan sebuah perasaan jatuh cinta yang hangat. Terima kasih menjadi alasan saya untuk bangun tidur setiap pagi. Terima kasih kamu nyata, kamu bukan sebatas khayalan saya. Kamu bukan sebatas mimpi indah -yang terkadang mimpi buruk-. Terima kasih kamu tidak mengupas saya dalam-dalam, sebelum kamu menemukan nama kamu dimana-mana, di seluruh pikiran saya'
"Dan Adit... selamat ya" Ucap saya panjang. 
Tapi yang keluar di mulut hanya kalimat terakhir.


Adit membalas tos-an gelas saya lalu mulai lanjut menceritakan pacarnya, Angela.
Saya hanya terus memperhatikannya.
Biar saja seperti ini, jatuh cinta padanya.... saya tau saya bisa menyelamatkan diri sendiri.

Lagipula, saya tidak bisa berhenti memandangnya.

Senyumnya adalah senyum favorit saya